Selasa, 24 Oktober 2023

Memaafkan Tapi Tidak Melupakan yang Sudah Melukai

 


“ Kamu yang sabar ya, ikhlasin saja. Nanti dapat pengganti yang lebih baik dari dia.” Sebuah nasihat bijak yang pernah saya dapatkan di usia yang begitu muda. Ya, semua itu salah saya juga sih. Salah sendiri tidak mendengarkan apa kata orang tua. Jatuh cinta sekaligus patah hati di usia dini. zaman dulu dengan sekarang tentu saja berbeda. Kalau dulu banyak yang tamat sekolah menengah atas memilih menikah karena sudah menjalin kasih saat masin mengenyam pendidikan.

Namun ada juga sih yang memilih melanjutkan pendidikan tinggi bagi orang tuanya yang mampu. Ya, gak salah kalau begitu lulus sekolah ada yang patah hati karena disakiti kekasihnya karena ditinggal menikah. Siapa yang ditinggal menikah, saya? Oh tentu saja iya hahaha.

Saya yang masih muda dan awam urusan cinta-cintaan, bisa-bisanya tertipu bujuk rayu seseorang yang usianya terpaut jauh. Apalagi terbilang masih tetangga sendiri, makanya saat mendengar kabar kalau dia mau menikah dengan perempuan lain, sementara dia masih menjalin hubungan dengan saya? Betapa sakit dan hancur hati saya. Bahkan kata maaf yang berulang kali dia lontarkan, tidak ada artinya lagi.

Sejak saat itu saya sulit memaafkan dan melupakan orang yang melukai hati. Karena dampak dari peristiwa tersebut cukup menganggu kehidupan saya di masa depan. Saya jadi pribadi yang tertutup dan pendiam. Bagi saya memaafkan tak semudah membalik telapak tangan. Butuh perjuangan dan keikhlasan hati yang besar.

Satu hal yang saya syukuri, saya akhirnya bisa keluar dari tempat tinggal masa remaja. Saya bahkan pernah melarikan diri dengan bekerja keluar negeri untuk menyembuhkan diri dari luka-luka batin karena orang tersebut. Saat kembali dipertemukan dengan orang tersebut, saya sudah berusaha memaafkan namun tidak akan pernah melupakan caranya menyakiti saya.

Sampai pada satu titik saya mendapat kabar dari orang tua, kalau orang tersebut meninggal dengan cara yang tragis. Saya memaafkan dengan ikhlas semua yang pernah membuat terluka. Sudah tidak ada artinya kan menyimpan sakit hati dan dendam pada orang yang sudah meninggal?

Pengalaman Adalah Guru Berharga dalam Kehidupan

Pengalaman disakiti dan memaafkan rasanya selalu mengiringi perjalanan hidup. Beberapa kali terbentur dengan orang yang mudah menyakiti dan mudah meminta maaf. Bahkan kasus serupa di masa muda terjadi kembali di masa-masa pencarian jodoh.

Saat itu usia saya yang tak lagi muda, seperempat abad tepatnya. Kalau di desa usia segitu belum menikah, duh omongan tetangga sama nyakitin telinga dan hati. Dibilang perawan tua lah, suka pilih-pilih lah ( urusan pilih-pilih tentu saja wajib, memilih pasangan hidup kan untuk seumur hidup ). Saya yang masih sibuk bekerja, sementara teman-teman seumuran sudah menikah dan punya anak.

Saya pernah membuka hati kembali untuk menjemput jodoh. Saya mengenalnya lewat dunia maya, jarak saya dengannya cukup jauh Hong Kong – Mekah. Saya sudah sempat membicarakan tentang kelanjutan niat baiknya yang ingin menikahi saya. Saya percaya ya walau belum pernah bertemu? Tentu saja, karena saya melihat agamanya baik, ramah, bertanggung jawab dan bonusnya ganteng hahaha.

Namun dibalik semua itu, dia menghianati saya dengan diam-diam mendekati teman baik saya. Bayangkan saya ditikam dari belakang dua orang sekaligus. Rasanya saat itu saya tidak akan bisa memaafkan perlakuan mereka. Seiring waktu saya berusaha untuk memaafkan, bahkan mana kala saya mendengar kalau mereka akhirnya menikah saudara-saudara. Ya, mungkin lelaki itu bukan jodoh terbaik saya walaupun agamanya baik dan ganteng hahaha ( bahas saja terus gantengnya )

Memaafkan tapi tidak melupakan apa yang sudah terjadi di masa lampau itu. Ikhlas itu mudah diucapkan, seperti halnya kata maaf tapi butuh proses panjang untuk menjalankannya.

Rasanya saya sudah lelah ya disakiti dan memaafkan. Hidup kok rasanya cuma buat mengalami dua hal tersebut. Saya pun tutup buku untuk urusan hati sampai akhirnya saya mengenal seseorang tanpa sengaja (sengaja kok karena dikenalkan). L

Kok gak belajar dari pengalaman sih, kenal orang lewat dunia maya mulu kan beresiko. Tapi ini kan dikenalin teman, pastinya bisa dipercaya dong. Memiliki persamaan hobi jadi bikin nyambung ngobrolnya. Saya sudah lupa itu sama sakit hati dikhianati mantan dan teman. Secara orang ini, agak beda dari lainnya. Kalau lainnya sudah kenalan sama saya pasti obral omongan manis. Dia? Beuh kayak es kutub utara. Dingin, cuek kalau balas pesan singkat-singkat dan diakhiri “ hehe” sangat menyebalkan.

Meskipun begitu ya tetap saja seru dan nyaman ngobrol sama itu orang. Benih-benih kasih pun tumbuh. Nah disinilah petaka itu hadir, selama komunikasi denganya saya tidak pernah menanyakan statusnya. Apakah sudah memiliki kekasih atau sudah menikah? Bodohnya saya lagi-lagi gak belajar dari pengalaman.

Suatu ketika dia menghilang tanpa kabar dan komunikasi. Namanya terpisah jarak yang jauh, saya tidak bisa berbuat apa-apa. Sampai akhirnya teman saya, yang teman dia juga memberitahu kalau dia menikah. Duaar! Kenapa saya harus berulang kali mengalami hal yang sama? Sakit hati? Sangat. Terluka dan sedih di perantauan itu sungguh menyakitkan.

Saya yang berusaha menguatkan diri dan hati, suatu hari dia datang dengan permintaan maaf dan rasa menyesalnya memperlakukan saya begitu. Dia berdalih akan memberitahunya sendiri tapi terlambat, saya sudah tahu dari temannya. Apakah saya memaafkan? Tidak! Saya sudah lelah disakiti dengan cara yang sama. Waktu saya tanya kenapa dia begitu? Tahu apa jawabnya? “ Lha kamu gak tanya? “ Oh God. Dasar lelaki memang begitu ya, ya bagaimana perlakuan dia manis sekali, manggilnya sayang-sayang setiap hari. Ternyata dibalik itu sudah punya tunangan. Huh.

Saya lelah buat memaafkan orang-orang yang melukai. Tapi menyimpan amarah di hati berlarut-larut juga tidak baik buat kesehatan jiwa kan. Bahkan bisa berujung jadi penyakit. Seiring waktu akhirnya saya bisa memaafkan tapi tidak akan melupakannya. Biarin dia menyesal seumur hidupnya menyakiti saya.

Percayalah, saat sakit hatimu berangsur -angsur sembuh dan memaafkan, jalan hidup akan terasa lebih ringan. Hati jadi tenang dan tidak menyimpan prasangka lagi. Ya, memaafkan memang tidak bisa cepat apalagi instan, semua butuh waktu dan proses. Saya tidak hanya mengalami sakit hati karena urusan asmara, namun juga keluarga dan pertemanan. Bahkan sakitnya perlakuan pertemanan dan rasa kehilangan itu masih teringat. Saya memilih memaafkan semua itu, karena semua yang terjadi dalam hidup ini sudah kehendakNya. Saya tetap bersikap baik dan tidak membalas perlakuan teman tersebut.

Saya hanya ingin menjalani hidup dengan damai tanpa menyimpan dendam walau zodiak saya konon katanya tipe pendendam. Padahal memiliki sifat itu pun sama tidak enaknya dengan disakiti. Lebih baik memaafkan orang yang pernah melukai.

 


 

 

2 komentar:

  1. Terimakasih sudah berbagi cerita

    BalasHapus
  2. kalau udah merasa sakit hati, kayaknya mau memaafkan agak susah susah gimana gitu.Tapi kalau ga ikhlas memaafkan kayak dosa aja. Susah juga
    aku pernah di posisi kayak gini juga mbak, aku berusaha melupakan dan jangan dipikir, tapi kalau disinggung lagi sama orang, jadi flashback lagi gitu dan keinget

    BalasHapus