Pengalaman Menulis untuk Menjaga Kesehatan Mental

09.33 Ivonie 1 Comments

 


Mengikuti challenge menulis blog setiap hari yang diadakan oleh komunitas KEB, sungguh jadi tantangan tersendiri buat saya. Selama ini kalau ada challenge serupa hanya jadi sekedar wacana saja alias gagal ikutan. Kali ini saya berasa menantang diri sendiri apakah sanggup melewati tujuh hari menulis dengan tema tertentu setiap hari. Tentu saja ini mengasah mental saya untuk pantang menyerah. Seperti halnya tema hari ini mengenai menulis untuk menjaga kesehatan mental bagi perempuan.

Bisa dibilang pembahasan mengenai kesehatan mental ini bukan hal yang tabu lagi. Dari sekian banyak pembahasan memang perempuan yang lebih rentan mengalami mental illness. Ada banyak penyebab perempuan rentan mengalami gangguan kesehatan mental. Baik dari lingkungan keluarga hingga lingkungan pergaulan.  

Misal ini, ada circel pertemanan yang semuanya memiliki hape Iphone, sementara diri sendiri cuma android percayalah hal tersebut bisa mempengaruhi kesehatan mental. Bisa jadi merasa insecure yang ujung-ujungnya bisa menarik diri dari lingkaran circle tersebut. Pokoknya banyak kasus penyebab gangguan kesehatan mental.

Dulu saya tidak pernah menyadari kalau sebenarnya sudah ada bibit-bibit mental illness. Ya, saya anggap hal tersebut cuma gangguan hormon pra menstruasi saja. Nyatanya saya salah, akan tetapi tidak boleh mendiagnosa sendiri ya mengenai apakah diri kita mengalami mental illness. Perlu dan pentingnya meminta bantuan profesional untuk memastikan. Namun kita bisa mencari informasi ciri-ciri yang bagaimana sih bisa dikatakan mengalami gangguan kesehatan mental.

Kalau baca-baca cerita orang yang mengalami kesehatan mental, sungguh tidak mengenakan. Ya namanya juga mental bermasalah, jelas ada gak enak karena ada pemicunya. Sedangkan perempuan paling banyak mengalami hel tersebut. Baik yang statusnya belum menikah sampai yang sudah menikah. Kalau belum menikah penyebab kesehatan mental bermasalah pemicunya kalau gak urusan percintaan, kuliah hingga rekan kerja di kantor. Nah, kalau yang sudah menikah lebih kompleks lagi pemicunya. Mulai dari masalah dengan pasangan, mertua, orang tua hingga urusan anak-anak.

***

Apakah saya sempat mengalami mental Ilness? Ya, saya akui itu. Saya sempat mengalami badai kehidupan yang mengguncang mental. Bagaimana bisa tahu kalau mengalami mental illness? Ya awalnya saya baca-baca informasi di internet. Saya merasa mengalami depresi, hal tersebut bukan tanpa alasan karena saya mengalami beberapa ciri-ciri depresi seperti mengalami kesedihan yang berlarut-larut, sulit fokus, lebih banyak melamun, tidak bersemangat, merasa kelelahan sampai ada niatan untuk mengakhiri hidup ini.

Lantas apa yang saya lakukan? Atas masukan suami meminta saya untuk konsultasi ke ahlinya masalah kejiwaan. Tadinya saya menolak, merasa saya bakal bisa menyembuhkan diri sendiri. Namun semakin hari rasanya makin tidak nyaman dengan kondisi diri. Akhirnya memutuskan untuk konsul ke psikiater. Kenapa langsung ke sana? Karena saya perlu berobat, bukan sekedar release perasaan.

Saya ingat betul ini, belum juga bercerita permasalahanya di depan dokter, saya malah menangis duluan hahaha. Ya karena sesakit itu jiwa saya. Usai sesi konsultasi apa hasilnya? Saya mengalami depresi ringan dan dirujuk ke rumah sakit jiwa. Rumah sakit tempat saya konsultasi tak memadai untuk persediaan obatnya.

Saya pasrah dan mengikuti alur pengobatan yang disarankan dokter jiwa di rumah sakit tersebut. Setiap bulan saya menjalani konsultasi dengan psikiater di rumah sakit jiwa yang jadi rujukan se Indonesia. Bahkan beberapa kali ganti dokter psikiater karena terbentur jadwal dokternya. Cuma konsul saja? Oh tentu saja tidak. Setiap bulan saya minum puluhan obat agar bisa tidur dengan tenang karena saya juga mengalami gangguan susah tidur. Satu dokter psikiater dengan lainnya memberikan saran yang berbeda. Dokter psikiater perempuan yang saya temui konsul menyarankan untuk menerapkan mindfulness. Kalau perlu bisa dengan merelease perasaan dengan menulis dibuku supaya lega.

Yup, menulis pun bisa membantu menjaga kesehatan mental perempuan. Apa yang ada dan mengganggu pikiran bisa dikeluarkan dengan menulis biar lega. Saya pun melakukan hal tersebut, saya memiliki blog khusus untuk merelease perasaan ke dalam tulisan. Selain blog ada juga sosmed lain yang saya gunakan untuk menulis dan memprivat hasilnya hanya saya saja yang bisa membacanya. Ya memang bukan untuk mendapatkan validasi atas apa yang saya ungkapkan ditulisan tersebut.

Ada banyak manfaat menulis untuk kesehatan mental terutama perempuan.

1.       Menulis membantu mengurangi stres

Saat kita menuliskan pengalaman stres atau khawatir, tentu saja hal itu memproses dan mengatasi perasan lebih efektif. Selesi menuliskan pengalaman tersebut jadi lebih santai dan tenang. Beban emosional yang dirasakan jadi berkurang.

2.       Menulis meningkatkan kesejahteraan emosional

Menulis mengenai emosi positif dapat membantu kesejahteraan emosional serta mengurangi gejala depresi. Selain itu menulis mengenai tujuan hidup kedepannya bisa membantu meningkatkan perasaan positif dan kepercayaan diri.

3.       Menulis menbantu mengatasi trauma

Ya menulis mengenai pengalaman traumatis dapat membantu mengurangi gelaja stres pasca-trauma dan membuat diri lebih baik.

4.       Menulis meningkatkan kekebalan tubuh

Mungkin belum banyak yang tahu kan kalau menulis juga bisa meningkatkan kekebalan tubuh lho. Serta mengurangi risiko penyakit tertentu. Kebiasaan menulis secara ekspresif yang dilakukan bisa meningkatkan sel-sel kekebalan tubuh.

5.       Meningkatkan mood

Ini yang sering saya rasakan kalau menulis bisa meningkatkan mood. Dengan menulis dapat mengembalikan suasana hati dan memperbaiki mood lebih baik. Menulis pun secara tidak langsung mengajari untuk jujur dengan diri sendiri. Bahkan bisa menjadi bukti fisik yang digunakan sebagai pengontrol perasaan.

6.       Mengasah memori

Menulis tentu saja bisa mengasah kemampuan otak dalam mengingat. Tidak hanya meningkatkan memori dan pemahaman, menulis juga bisa mengasah kemampuan kognitif. Mengingat apa saja pengalaman atau peristiwa yang pernah terjadi dalam hidup ini dan dituangkan dalam bentuk tulisan.

Itulah beberapa manfaat menulis yang bisa menjaga kesehatan mental yang saya ketahui. Apakah saya sudah sembuh dari gangguan kejiwaan yang sempat dialami? Insya Allah dengan berbagai upaya yang saya lakukan perlahan sembuh, namun memang tidak bisa instan ya. Prosesnya panjang, obat yang harus saya minum setiap bulan selama tujuh bulan tanpa putus.

Selain menulis, saya melakukan perjalanan ke luar kota untuk menyembuhkannya istilah zaman now, healing. Mengupayakan hati saya lebih bahagia dengan kegiatan yang positif. Saya berusaha menghindari hal-hal yang bisa men-trigger kesehatan mental. Mengikuti challenge menulis blog ini salah satu untuk menjaga kesehatan mental. Saya yang tadinya menyimpan rapat pengalaman mengalami depresi, jadi lebih berani mengungkapkan dalam bentuk tulisan di sini. Kejadian itu sudah berlalu setahun lalu, tahun terberat yang saya alami dalam hidup ini. Hanya saja saya tak bisa mengungkapkan penyebab utama saya mengalami depresi. Biarlah Tuhan, orang-orang terdekat saya yang tahu mengenai hal itu. Pastinya sangat jadi pelajaran dalam hidup, janganlah menggengam yang sejatinya tidak bisa genggam. Lepaskan dengan ikhlas maka hidup lebih damai. Kesehatan mental lebih terjaga.

 


 

 

 

 

1 komentar:

  1. aku dulu pernah kepikiran mau ke psikilog mbak, mungkin ngerasa kayak stres dan nggak nemuin jalan keluar. Perlahan alhamdulilah sudah mulai sloww juga, dan aku usahakan berpikir positif dan nggak usah terlalu banyak dipikir.
    dan menulis juga merupakan obat stres aku mbak, kayak bebas mau curhat lewat tulisan dan mengenang memori lama gitu

    BalasHapus